Dokumen yang dipersamakan dgn Faktur Pajak

Sumber Hukum :
  • Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
  • Peraturan Dirjen Pajak Nomor 67/PJ/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 10/PJ/2010 tentang Dokumen tertentu yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Berdasarkan Pasal 13 ayat (6) Undang-undang PPN, Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menetapkan dokumen-dokumen tertentu yang dipersamakan kedudukannya dengan Faktur Pajak. Nah, untuk melaksanakan Pasal 13 ayat (6) ini Dirjen Pajak telah mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 10/PJ/2010 tanggal 9 Maret 2010 Tentang Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan dengan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-67/PJ/2010.

Adapun isi dari ketentuan baru tentang dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak seperti dibawah ini :

Jenis-jenis Dokumen Tertentu

Jenis-jenis dokumen tertentu yang dipersamakan kedudukannya dengan faktur pajak adalah adalah :
  1. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang telah diberikan persetujuan ekspor oleh pejabat yang berwenang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PEB tersebut,
  2. Surat Perintah Penyerahan Barang (SPPB) yang dibuat/dikeluarkan oleh Bulog/DOLOG untuk penyaluran tepung terigu,
  3. Paktur Nota Bon Penyerahan (PNBP) yang dibuatkan/dikeluarkan oleh PERTAMINA untuk penyerahan Bahan Bakar Minyak dan/atau bukan Bahan Bakar Minyak,
  4. Tanda pembayaran atau kuitansi untuk penyerahan jasa telekomunikasi,
  5. Tiket, tagihan Surat Muatan Udara (Airway Bill), atau Delivery Bill, yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa angkutan udara dalam negeri,
  6. Nota Penjualan Jasa yang dibuat/dikeluarkan untuk penyerahan jasa kepelabuhanan,
  7. Tanda pembayaran atau kuitansi listrik,
  8. Pemberitahuan Ekspor Jasa Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang dilampiri dengan invoice yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan Pemberitahuan Ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, untuk ekspor Jasa Kena Pajak/Barang Kena Pajak Tidak Berwujud,
  9. Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dilampiri dengan Surat Setoran Pajak, Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak (SSPCP), dan/atau bukti pungutan pajak oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan PIB tersebut, untuk impor Barang Kena Pajak, dan
  10. Surat Setoran Pajak (SSP) untuk pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah Pabean,
  11. Bukti tagihan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Perusahaaan Air Minum,
  12. Bukti tagihan (Trading Confirmation) atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perusahaan perantara efek, dan
  13. Bukti tagihan atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh perbankan.
Keterangan Yang Harus Dimuat Dalam Dokumen Tertentu

Untuk dokumen-dokumen tertentu dalam point 1 sampai dengan point 8 di atas dan point 11 sampai dengan 13, keterangan minimal yang harus ada adalah :
  • Nama, alamat dan NPWP yang melakukan ekspor atau penyerahan,
  • Jumlah satuan barang apabila ada,
  • Dasar Pengenaan Pajak, dan
  • Jumlah Pajak yang terutang kecuali dalam hal ekspor.
Dokumen tertentu tersebut dikatakan memenuhi persyaratan formal jika diisi dengan lengkap, jelas dan benar dengan mencantumkan keterangan-keterangan di atas. Jika tidak memenuhi maka penerbitan dokumen ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP).

Untuk dokumen tertentu angka 9 dan 10 di atas harus dibuat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Agar Dapat Dikreditkan

Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam point 2 sampai dengan 7, pont 11, 12 dan 13 merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang dokumen tertentu tersebut memenuhi persyaratan formal di atas dan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan nama pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.

Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam dokumen tertentu point 9 dan 10 merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang dokumen tertentu tersebut memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan nama pihak yang melakukan impor Barang Kena Pajak, atau pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dan/atau Barang Kena Pajak tidak berwujud.

Baca Selengkapnya dari .."Dokumen yang dipersamakan dgn Faktur Pajak"

Sanksi Terkait Faktur Pajak

Sumber Hukum
  • Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009, tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjadi Undang-undang
  • Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009, tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2010, tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak
  • Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-13/PJ/2010, tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak


Dalam mekanisme pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), faktur pajak memegang peranan yang sangat penting. Faktur pajak pada umumnya merupakan bukti pemungutan PPN yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual terhadap pembelinya. Bagi PKP penjual, PPN yang dipungut dari pembelinya akan disetorkan ke Negara setelah memperhitungkan PPN yang dibayar kepada fihak lain atas pembelian Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Bagi pembeli yang berstatus sebagai PKP, PPN yang dibayar akan diperhitungkan dengan PPN keluaran yang dipungut ketika melakukan penjualan. Bukti untuk memperhitungkan PPN yang telah (atau seharusnya telah) dibayarnya adalah faktur pajak.

Nah, untuk menjamin bahwa mekanisme tersebut dapat berjalan dengan semestinya, Undang-undang perpajakan telah mengatur tentang sanksi terkait dengan faktur pajak ini. Ketentuannya diatur dalam Pasal 14 Undang-undang KUP.

Faktur Pajak Tidak Dibuat Atau Dibuat Tidak Tepat Waktu

Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP seharusnya menerbitkan faktur pajak ketika melakukan penjualan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (PKP). Kewajiban ini dimuat dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-undang PPN. Jika PKP tidak melakukan kewajiban ini maka kepada PKP tersebut dikenakan sanksi berupa denda Pasal 14 ayat (4) KUP sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Di samping itu, PKP juga harus menyetorkan PPN yang terutang. Dengan demikian, total yang hatus dibayar oleh PKP tersebut adalah 12% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

Saat pembuatan faktur pajak diatur dalam Pasal 13 ayat (1a) dan ayat (2a) UU PPN. Berdasarkan ketentuan ini faktur pajak pada umumnya dibuat pada saat penyerahan atau saat penerimaan pembayaran mana yang lebih dulu. Sedangkan faktur pajak gabungan harus dibuat paling lambat akhir bulan dilakukannya penyerahan. Apabila PKP menerbitkan faktur pajak tidak tepat waktu, maka terhadap PKP dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) KUP yaitu 2% dari DPP.

Berdasarkan ketentuan di atas, jika PKP melakukan penyerahan BKP pada tanggal 10 Maret 2010 misalnya dan menerbitkan faktur pajak pada tanggal 15 Maret 2010, maka terhadap PKP ini sudah dapat dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) UU KUP karena menerbitkan faktur pajak tidak tepat waktu.

Jika faktur pajak dibuat melewati jangka waktu 3 bulan sejak saat seharusnya faktur pajak dibuat, maka berdasarkan Pasal 14 Peraturan Dirjen Pajak Nomor 13/PJ/2010, faktur pajak dianggap tidak diterbitkan. Bagi pembelinya, faktur pajak ini tidak bisa dikreditkan. Timbul pertanyaan, dengan dianggap tidak diterbitkan dan menerbitkan tidak tepat waktu, apakah bisa terhadap PKP seperti ini dikenakan dua kali sanksi Pasal 14 ayat (4) KUP yaitu 2 kali 2% dari DPP?

Faktur Pajak Diisi Tidak Lengkap

Dalam faktur pajak yang dibuat oleh PKP, ada ketentuan informasi minimal yang harus dimuat dalam faktur pajak. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang PPN. Berdasarkan ketentuan ini, informasi minimal yang harus dimuat dalam faktur pajak adalah sebagai berikut :
  1. nama, alamat, dan NPWP yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
  2. nama, alamat, dan NPWP pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
  3. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
  4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
  5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
  6. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
  7. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Nah, jika PKP membuat faktur pajak yang memuat informasi yang tidak lengkap maka terhadap PKP ini akan dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) KUP berupa sanksi denda 2% dari DPP.

Namun demikian, dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e UU KUP, sanksi ini tidak dikenakan jika faktur pajak tidak memuat informasi berikut :
  1. identitas pembeli (nama, alamat, dan NPWP), atau
  2. identitas pembeli (nama, alamat dan NPWP) serta nama dan tandatangan yang berhak menandatangani faktur pajak, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran.
Faktur Pajak Dilaporkan Tidak Sesuai Dengan Masa Penerbitannya

Faktur pajak yang dipungut oleh PKP harus dilaporkan dalam masa pajak diterbitkannya faktur pajak tersebut. Jika faktur pajak dilaporkan dalam masa pajak yang tidak sesuai dengan masa pajak penerbitan faktur pajak, maka atas PKP tersebut dikenakan sanksi denda Pasal 14 ayat (4) UU KUP sebesar 2% dari DPP.

Baca Selengkapnya dari .."Sanksi Terkait Faktur Pajak"

Konvergensi IFRS di Indonesia

IFRS ( International Financial Reporting standard ) adalah pedoman penyususnan laporan keuangan yang dapat diterima secara global. IFRS yang ada saat ini mengalami sejarah yang cukup panjang dalam proses terbentuknya. Mulai dari terbentuknya IASC / IAFB, IASB, hingga menjadi IFRS seperti yang ada saat ini. Jika IFRS telah digunakan oleh suatu Negara, berarti Negara tersebut telah mengadopsi system pelaporan keuangan yang dapat diterima dan diakui secara global di seluruh dunia sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan dimana Negara tersebut berasal.

Pengadopsian IFRS juga berlaku di Indonesia. Pengadopsian ini akan berlaku secara penuh pada tahun 2012 nanti seperti yang dilansir oleh IAI pada saat peringatan HUT nya yang ke-51. Dengan mengadopsi IFRS, perusahaan-perusahaan di Indonesia diharapka dapat meningkatkan daya informasi dari laporan keuangan. Selain itu, konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum.
Menurut Ketua Tim Implementasi IFRS-Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Dudi M Kurniawan, dengan mengadopsi IFRS, Indonesia akan mendapatkan tujuh manfaat sekaligus, yaitu:
  1. Pertama, meningkatkan kualitas standar akuntansi keuangan (SAK).
  2. Kedua, mengurangi biaya SAK.
  3. Ketiga, meningkatkan kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan.
  4. Keempat, meningkatkan komparabilitas pelaporan keuangan.
  5. Kelima, meningkatkan transparansi keuangan.
  6. Keenam, menurunkan biaya modal dengan membuka peluang penghimpunan dana melalui pasar modal.
  7. Ketujuh, meningkatkan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

Indonesia sendiri memiliki tiga pilar standar akuntansi, yaitu Standar Akuntansi Indonesia, SAK-ETAP, dan Standar Akuntansi Syariah. IFRS hanya diadopsi untuk standar akuntansi keuangan.

IFRS memiliki karakteristik, diantaranya :
  • IFRS menggunakan “Principles Base “ sehingga lebih menekankan pada intepreatasi dan aplikasi atas standar sehingga harus berfokus pada spirit penerapan prinsip tersebut.
  • Standar membutuhkan penilaian atas substansi transaksi dan evaluasi apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi.
  • Membutuhkan proffesional judgment pada penerapan standar akuntansi.
  • Menggunakan fair value dalam penilaian
  • Mengharuskan pengungkapan (disclosure) yang lebih banyak

Proses Konvergensi IFRS
Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Sebelum membahas lebih lanjut proses konvergensi IFRS penulis akan memberi gambaran perbandingan antara IFRS dan PSAK menurut IAI.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada perbedaan antara IFRS dengan PSAK, oleh karena itu dilakukan konvergensi antara PSAk dengan IFRS.

Dalam melakukan konvergensi IFRS, terdapat dua macam strategi adopsi, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia.

Di indoesia PSAK akan dikonvergensi secara penuh ke dalam IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir, dan tahap implementasi. Roadmap konvergensi IFRS dapat dilihat sebagai berikut :

Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Untuk perkembangan konvergensi IFRS selama tahun 2009-2010 adalah sebagai berikut :
  • Jumlah PSAK yang telah disahkan dari Juni 2009‐Juni 2010 berjumlah 15 buah, semuanya berlaku 2011 kecuali PSAK 10 berlaku 2012 namun penerapan dini diijinkan
  • Bila asumsi ED PSAK 3 dan ED ISAK 17 disahkah dalam waktu dekat, maka jumlah PSAK yang akan berlaku efektif 2012 adalah 15 buah dan ISAK 7 buah.
  • Jumlah PSAK yang belum disahkan dan akan berlaku 2012 sampai dengan Juni 2010 dan ISAK adalah 5 buah
  • Jumlah PSAK yang masih Non Comparable dengan IFRS adalah 8 buah
  • Jumlah PSAK yang telah dicabut dgn PPSAK dan pencabutan berlaku sejak 2010 adalah 9 PSAK dan 1 Interpretasi . Beberapa PSAK juga telah dicabut dgn bersamaan dgn berlakunya PSAK baru sehingga total PSAK yang dicabut adalah 16 PSAK.

PSAK disahkan 23 Desember 2009
  1. PSAK 1 (revisi 2009): Penyajian Laporan Keuangan
  2. PSAK 2 (revisi 2009): Laporan Arus Kas
  3. PSAK 4 (revisi 2009): Laporan Keuangan Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri
  4. PSAK 5 (revisi 2009): Segmen Operasi
  5. PSAK 12 (revisi 2009): Bagian Partisipasi dalam Ventura Bersama
  6. PSAK 15 (revisi 2009): Investasi Pada Entitas Asosiasi
  7. PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan
  8. PSAK 48 (revisi 2009): Penurunan Nilai Aset
  9. PSAK 57 (revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset Kontinjensi
  10. PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Interpretasi disahkan 23 Desember 2009:
  1. ISAK 7 (revisi 2009): Konsolidasi Entitas Bertujuan Khusus
  2. ISAK 9: Perubahan atas Liabilitas Purna Operasi, Liabilitas Restorasi, dan Liabilitas Serupa
  3. ISAK 10: Program Loyalitas Pelanggan
  4. ISAK 11: Distribusi Aset Nonkas Kepada Pemilik
  5. ISAK 12: Pengendalian Bersama Entitas: Kontribusi Nonmoneter oleh Venturer

PSAK disahkan sepanjang 2009 yang berlaku efektif tahun 2010:
  1. PPSAK 1: Pencabutan PSAK 32: Akuntansi Kehutanan, PSAK 35: Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi, dan PSAK 37: Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol
  2. PPSAK 2: Pencabutan PSAK 41: Akuntansi Waran dan PSAK 43: Akuntansi Anjak Piutang
  3. PPSAK 3: Pencabutan PSAK 54: Akuntansi Restrukturisasi Utang Piutang bermasalah
  4. PPSAK 4: Pencabutan PSAK 31 (revisi 2000): Akuntansi Perbankan, PSAK 42: Akuntansi Perusahaan Efek, dan PSAK 49: Akuntansi Reksa Dana
  5. PPSAK 5: Pencabutan ISAK 06: Interpretasi atas Paragraf 12 dan 16 PSAK No. 55 (1999) tentang Instrumen Derivatif Melekat pada Kontrak dalam Mata Uang Asing

PSAK yang disahkan 19 Februari 2010:
  1. PSAK 19 (2010): Aset tidak berwujud
  2. PSAK 14 (2010): Biaya Situs Web
  3. PSAK 23 (2010): Pendapatan
  4. PSAK 7 (2010): Pengungkapan Pihak-Pihak Yang Berelasi
  5. PSAK 22 (2010): Kombinasi Bisnis (disahkan 3 Maret 2010)
  6. PSAK 10 (2010): Transaksi Mata Uang Asing (disahkan 23 Maret 2010
  7. ISAK 13 (2010): Lindung Nilai Investasi Neto dalam Kegiatan Usaha Luar Negeri

Exposure Draft Public Hearing 27 April 2010
  1. ED PSAK 24 (2010): Imbalan Kerja
  2. ED PSAK 18 (2010): Program Manfaat Purnakarya
  3. ED ISAK 16: Perjanjian Konsesi Jasa (IFRIC 12)
  4. ED ISAK 15: Batas Aset Imbalan Pasti, Persyaratan Pendanaan Minimum dan Interaksinya.
  5. ED PSAK 3: Laporan Keuangan Interim
  6. ED ISAK 17: Laporan Keuangan Interim dan Penurunan Nilai

Exposure Draft PSAK Public Hearing 14 Juli 2010
  1. ED PSAK 60: Instrumen Keuangan: Pengungkapan
  2. ED PSAK 50 (R 2010): Instrumen Keuangan: Penyajian
  3. ED PSAK 8 (R 2010): Peristiwa Setelah Tanggal Neraca
  4. ED PSAK 53 (R 2010): Pembayaran Berbasis Saham

Exposure Draft PSAK Public Hearing 30 Agustus 2010
  1. ED PSAK 46 (Revisi 2010) Pajak Pendapatan
  2. ED PSAK 61: Akuntansi Hibah Pemerintah Dan Pengungkapan Bantuan Pemerintah
  3. ED PSAK 63: Pelaporan Keuangan dalam Ekonomi Hiperinflasi
  4. ED ISAK 18: Bantuan Pemerintah-Tidak Ada Relasi Specifik dengan Aktivitas Operasi
  5. ED ISAK 20: Pajak Penghasilan-Perubahan dalam Status Pajak Entitas atau Para Pemegang Sahamnya

Kendala dalam harmonisasi PSAK ke dalam IFRS
Dalam melakukan konvergensi IFRS, tidak selamanya berjalan mudah, tapi juga ada kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya:
  1. Dewan Standar Akuntansi yang kekurangan sumber daya
  2. IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.
  3. Kendala bahasa, karena setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan acapkali ini tidaklah mudah.
  4. Infrastuktur profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS banyak metode akuntansi yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan.
  5. Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS.
  6. Support pemerintah terhadap issue konvergensi.

Baca Selengkapnya dari .."Konvergensi IFRS di Indonesia"

Faktur Pajak

Sumber Hukum :
Menurut sumber hukum diatas Faktur Pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP).

Dalam pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010, Pengusaha Kena Pajak (PKP) berkewajiban membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 16D Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai, Eksport BKP dan JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) hurup g dan h Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Kewajiban membuat Faktur Pajak tersebut harus dibuat pada :
  • saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
  • saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
  • saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
  • saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli BKP dsn/atau JKP sebagai Pajak Masukan
Lembar ke-2, untuk arsip PKP sebagai Pajak Keluaran.
Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari 2(dua) rangkap, maka harus rangkap selanjutnya harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.

Faktur Pajak harus memenuhi persyaratan formal dengan diisi secara lengkap, jelas, dan benar serta paling sedikit memuat mengenai :
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan BKP dan/atau JKP;
b. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli BKP dan/atau JKP;
c. jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f. kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g. nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.


"Wassalam"

Baca Selengkapnya dari .."Faktur Pajak"

Jurnal Pajak Pertambahan Nilai

Fihak yang dikenakan kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (disingkat PPN) adalah Pengusaha Kena Pajak (disingkat PKP). PKP diwajibkan untuk memungut PPN ketika melakukan penjualan barang atau jasa. Bagi PKP, PPN yang dipungut ini disebut Pajak Keluaran (biasa disingkat PK). Sebaliknya, ketika PKP membeli barang atau jasa, PKP mungkin juga dipungut PPN oleh supplier atau penyedia jasanya. PPN yang dibayar ketika membeli barang atau jasa ini disebut sebagai Pajak Masukan (biasa disingkat PM).

Dalam satu bulan, seluruh pajak keluaran dikurangi dengan seluruh pajak masukan. Jika selisihnya positif di mana PK lebih besar dari PM, PKP harus menyetorkan jumlah tersebut ke kas negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika ternyata selisihnya negatif, maka terjadi lebih bayar. PKP bisa memperhitungkan kelebihan bayar ini dengan perhitungan bulan berikutnya. Proses ini disebut kompensasi. Bisa juga PKP meminta kelebihan bayar tersebut. Proses ini disebut restitusi.

Jurnal Akuntansi PPN Keluaran

Pada saat pemungutan PPN oleh PKP, yang harus diingat adalah pajak keluaran yang dipungut pada hakikatnya adalah milik negara sehingga pajak keluaran merupakan hutang bagi PKP.

Misal, tanggal 24 Januari 2011, PT XYZ (PKP) menjual barang dagangannya dengan harga Rp200.000,-. Pajak keluaran yang dipungut adalah Rp20.000,- (10% dari Harga Jual). Untuk Jurnal akuntansi pada saat penjualan ini adalah sebagai berikut :

Kas 220.000 (D)

Penjualan 200.000 (K)

Pajak Keluaran 20.000 (K)

Perhatikan bahwa, kas yang diterima adalah Rp220.000.000,- yaitu harga jual dan PPN yang dipungut. Nilai Penjualan sebesar Rp200.000,- dan hutang pajak keluaran Rp20.000,-. Jika penjualan kredit, maka akun kas diganti dengan akun piutang dagang.

Jurnal Akuntansi PPN Masukan

Kebalikan dari PPN keluaran, PPN masukan pada hakikatnya adalah piutang karena PPN yang dibayar dapat diklaim ke negara. Akun Pajak Masukan ada di bagian kredit dalam jurnal akuntansinya.

Pada tanggal 15 Januari 2011 PT XYZ (PKP) membeli barang untuk persediaan barang daganganya dari PT UVW (PKP). Harga belinya adalah Rp50.000,- dan PPN masukan yang dibayar adalah Rp5.000,-. Jurnal akuntansinya adalah :

Pembelian 50.000 (D)

Pajak Masukan 5.000 (D)

Kas 55.000 (K)

Kas yang dikeluarkan adalah Rp55.000,- yang terdiri dari harga beli Rp50.000,- dan PPN masukan Rp5.000,- (10% dari Harga Beli). Jika pembelian dilakukan secara kredit, akun kas diganti dengan hutang dagang.

Jurnal Akuntansi Pembayaran PPN

Seluruh pajak keluaran dan pajak masukan selama sebulan diperhitungkan dalam SPT Masa PPN. Jika PK lebih besar dari PM maka PKP masih harus membayar selisihnya ke kas negara. Berdasarkan contoh PT XYZ di atas, dengan asumsi tidak ada transaksi lain, maka jurnal perhitungannya adalah sebagai berikut :

Pajak Keluaran 20.000 (D)

Pajak Masukan 5.000 (K)

Kas 15.000 (K)

Membalikkan perkiraan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan, maka hutang piutang PPN ini seolah-olah sudah dilunasi. Selisih pajak keluaran di atas pajak masukan Rp15.000,- merupakan kewajiban PKP untuk melunasinya.

Baca Selengkapnya dari .."Jurnal Pajak Pertambahan Nilai"

Laba Rugi Komersial vs Fiskal

Dalam Pelaporan Keuangan Perusahaan, Khusunya Laporan Laba Rugi, mengenal adanya Laporan Laba Rugi Komersial dan Laporan Laba Rugi Fiskal. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan pengakuan atas pendapatan maupun biaya menurut perusahaan (selaku Wajib Pajak) yang menggunakan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum dengan pihak Ditjen Pajak ( selaku Fiskus yang mewakili negara) sesuai dengan undang-undang perpajakan, dimana ada pendapatan maupun biaya yang di akui sebagai pendapatan maupun biaya oleh perusahaan tetapi tidak di akui oleh ditjen Pajak.

Untuk menghilangkan perbedaan tersebut dilakukan proses penyesuaian atas laba komersil yang berbeda dengan ketentuan fiskal sehingga dihasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang dikenal dengan Rekonsiliasi (koreksi) Fiskal. Perbedaan-perbedaan antara komersil/akuntansi dan fiskal tersebut dapat dikelompokan menjadi beda tetap/permanen (permanent differences) dan beda waktu/sementara (timing differences).

Ada dua macam penyesuaian fiskal, yaitu :

Penyesuaian Fiskal Positif, yaitu penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan terhutang juga meningkat, biasanya dilakukan akibat adanya :
  • Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense)
  • Penyusutan komersil lebih besar dari penyusutan fiskal
  • Amortisasi komersil lebih besar dari amortisasi fiskal.
  • Penyesuaian fiskal positif lainnya.
Penyesuaian Fiskal Negatif, yaitu penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak.
  • Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
  • Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final
  • Penyusutan komersial lebih kecil dari penyusutan fiskal
  • Amortisasi komersil lebih kecil dari amortisasi fiskal
  • Penghasilan yng ditangguhkan pengakuannya
  • Penyesuain fiskal negatif lainnya

Baca Selengkapnya dari .."Laba Rugi Komersial vs Fiskal"

Tips dan Trik Membuat Skripsi yang Efektif

Saya siap-siap untuk menyelesaikan Sarjana di Tahun ini, sekarang dalam tahap akhir menyelesaikan skripsi. Putar-putar di dunia Maya dan menemukan Tips dan Trik Membuat Skripsi yang Efektif dari Webnya Universitas Bangka Belitung yang bersumber dari BaliVisual di http://gudangskripsi.wordpress.com.

Skripsi diartikan sebagai karangan ilmiah yang diwajibkan sebagai bagian dari persyaratan pendidikan akademis. Buat sebagian mahasiswa, skripsi adalah sesuatu yang lumrah. Tetapi buat sebagian mahasiswa yang lain, skripsi bisa jadi momok yang terus menghantui dan menjadi mimpi buruk. Banyak juga yang berujar "lebih baik sakit gigi daripada bikin skripsi". Skripsi adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi sebagai bagian untuk mendapatkan gelar sarjana (S1). Skripsi inilah yang juga menjadi salah satu pembeda antara jenjang pendidikan sarjana (S1) dan diploma (D3).

Skripsi juga berbeda dari tesis (S2) dan disertasi (S3). Untuk disertasi, mahasiswa S3 memang diharuskan untuk menemukan dan menjelaskan teori baru. Sementara untuk tesis, mahasiswa bisa menemukan teori baru atau memverikasi teori yang sudah ada dan menjelaskan dengan teori yang sudah ada. Sementara untuk mahasiswa S1, skripsi adalah "belajar meneliti". Jadi, skripsi memang perlu disiapkan secara serius. Akan tetapi, juga nggak perlu disikapi sebagai mimpi buruk atau beban yang maha berat.

Tahap-tahap Persiapan dalam menyusun skripsi

Idealnya, skripsi disiapkan satu-dua semester sebelum waktu terjadwal. Satu semester tersebut bisa dilakukan untuk mencari referensi, mengumpulkan bahan, memilih topik dan alternatif topik, hingga menyusun proposal dan melakukan bimbingan informal.

Dalam mencari referensi/bahan acuan, pilih jurnal/paper yang mengandung unsur kekinian dan diterbitkan oleh jurnal yang terakreditasi. Jurnal-jurnal top berbahasa asing juga bisa menjadi pilihan. Kalau Anda mereplikasi jurnal/paper yang berkelas, maka bisa dipastikan skripsi Anda pun akan cukup berkualitas.

Unsur kekinian juga perlu diperhatikan. Pertama, topik-topik baru lebih disukai dan lebih menarik, bahkan bagi dosen pembimbing/penguji. Kalau Anda mereplikasi topik-topik lawas, penguji biasanya sudah "hafal di luar kepala" sehingga akan sangat mudah untuk menjatuhkan Anda pada ujian skripsi nantinya.

Kedua, jurnal/paper yang terbit dalam waktu 10 tahun terakhir, biasanya mengacu pada referensi yang terbit 5-10 tahun sebelumnya. Percayalah bahwa mencari dan menelusur referensi yang terbit tahun sepuluh-dua puluh tahun terakhir jauh lebih mudah daripada melacak referensi yang bertahun 1970-1980.

Salah satu tahap persiapan yang penting adalah penulisan proposal. Tentu saja proposal tidak selalu harus ditulis secara "baku". Bisa saja ditulis secara garis besar (pointer) saja untuk direvisi kemudian. Proposal ini akan menjadi guidance Anda selama penulisan skripsi agar tidak terlalu keluar jalur nantinya. Proposal juga bisa menjadi alat bantu yang akan digunakan ketika Anda mengajukan topik/judul kepada dosen pembimbing Anda. Proposal yang bagus bisa menjadi indikator yang baik bahwa Anda adalah mahasiswa yang serius dan benar-benar berkomitmen untuk menyelesaikan skripsi dengan baik.

Hal-hal yang Perlu Dilakukan dalam menyusun skripsi

Siapkan Diri. Hal pertama yang wajib dilakukan adalah persiapan dari diri Anda sendiri. Niatkan kepada Tuhan bahwa Anda ingin menulis skripsi. Persiapkan segalanya dengan baik. Lakukan dengan penuh kesungguhan dan harus ada kesediaan untuk menghadapi tantangan/hambatan seberat apapun.

Minta Doa Restu. Saya percaya bahwa doa restu orang tua adalah tiada duanya. Kalau Anda tinggal bersama orang tua, mintalah pengertian kepada mereka dan anggota keluarga lainnya bahwa selama beberapa waktu ke depan Anda akan konsentrasi untuk menulis skripsi. Kalau Anda tinggal di kos, minta pengertian dengan teman-teman lain. Jangan lupa juga untuk membuat komitmen dengan pacar. Berantem dengan pacar (walau sepele) bisa menjatuhkan semangat untuk menyelesaikan skripsi.

Buat Time Table. Ini penting agar penulisan skripsi tidak telalu time-consuming. Buat planning yang jelas mengenai kapan Anda mencari referensi, kapan Anda harus mendapatkan judul, kapan Anda melakukan bimbingan/konsultasi, juga target waktu kapan skripsi harus sudah benar-benar selesai.

Berdayakan Internet. Internet memang membuat kita lebih produktif. Manfaatkan untuk mencari referensi secara cepat dan tepat untuk mendukung skripsi Anda. Bahan-bahan aktual bisa ditemukan lewat Google Scholar atau melalui provider-provider komersial seperti EBSCO atau ProQuest.

Jadilah Proaktif. Dosen pembimbing memang "bertugas" membimbing Anda. Akan tetapi, Anda tidak selalu bisa menggantungkan segalanya pada dosen pembimbing. Selalu bersikaplah proaktif. Mulai dari mencari topik, mengumpulkan bahan, "mengejar" untuk bimbingan, dan seterusnya.

Be Flexible. Skripsi mempunyai tingkat "ketidakpastian" tinggi. Bisa saja skripsi anda sudah setengah jalan tetapi dosen pembimbing meminta Anda untuk mengganti topik. Tidak jarang dosen Anda tiba-tiba membatalkan janji untuk bimbingan pada waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Terkadang Anda merasa bahwa kesimpulan/penelitian Anda sudah benar, tetapi dosen Anda merasa sebaliknya. Jadi, tetaplah fleksibel dan tidak usah merasa sakit hati dengan hal-hal yang demikian itu.

Jujur. Sebaiknya jangan menggunakan jasa "pihak ketiga" yang akan membantu membuatkan skripsi untuk Anda atau menolong dalam mengolah data. Skripsi adalah buah tangan Anda sendiri. Kalau dalam perjalanannya Anda benar-benar tidak tahu atau menghadapi kesulitan besar, sampaikan saja kepada dosen pembimbing Anda. Kalau disampaikan dengan tulus, pastilah dengan senang hati ia akan membantu Anda.

Siapkan Duit. Skripsi jelas menghabiskan dana yang cukup lumayan (dengan asumsi tidak ada sponsorships). Mulai dari akses internet, biaya cetak mencetak, ongkos kirim kuesioner, ongkos untuk membeli suvenir bagi responden penelitian, biaya transportasi menuju tempat responden, dan sebagainya. Jangan sampai penulisan skripsi macet hanya karena kehabisan dana. Ironis kan?


Format Skripsi yang Benar

Biasanya, setiap fakultas/universitas sudah menerbitkan acuan/pedoman penulisan hasil penelitian yang baku. Mulai dari penyusunan konten, tebal halaman, jenis kertas dan sampul, hingga ukuran/jenis huruf dan spasi yang digunakan. Akan tetapi, secara umum format hasil penelitian dibagi ke dalam beberapa bagian sebagai berikut.

Pendahuluan. Bagian pertama ini menjelaskan tentang isu penelitian, motivasi yang melandasi penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang diharapkan dapat tercapai melalui penelitian ini, dan kontribusi yang akan diberikan dari penelitian ini.

Pengkajian Teori & Pengembangan Hipotesis. Setelah latar belakang penelitian dipaparkan jelas di bab pertama, kemudian dilanjutkan dengan kaji teori dan pengembangan hipotesis. Pastikan bahwa bagian ini align juga dengan bagian sebelumnya. Mengingat banyak juga mahasiswa yang “gagal” menyusun alignment ini. Akibatnya, skripsinya terasa kurang make sense dan nggak nyambung.

Metodologi Penelitian. Berisi penjelasan tentang data yang digunakan, pemodelan empiris yang dipakai, tipe dan rancangan sampel, bagaimana menyeleksi data dan karakter data yang digunakan, model penelitian yang diacu, dan sebagainya.

Hasil Penelitian. Bagian ini memaparkan hasil pengujian hipotesis, biasanya meliputi hasil pengolahan secara statistik, pengujian validitas dan reliabilitas, dan diterima/tidaknya hipotesis yang diajukan.

Penutup. Berisi ringkasan, simpulan, diskusi, keterbatasan, dan saran. Hasil penelitian harus disarikan dan didiskusikan mengapa hasil yang diperoleh begini dan begitu. Anda juga harus menyimpulkan keberhasilan tujuan riset yang dapat dicapai, manakah hipotesis yang didukung/ditolak, keterbatasan apa saja yang mengganggu, juga saran-saran untuk penelitian mendatang akibat dari keterbatasan yang dijumpai pada penelitian ini.

Jangan lupa untuk melakukan proof-reading dan peer-review. Proof-reading dilakukan untuk memastikan tidak ada kesalahan tulis (typo) maupun ketidaksesuaian tata letak penulisan skripsi. Peer-review dilakukan untuk mendapatkan second opinion dari pihak lain yang kompeten. Bisa melalui dosen yang Anda kenal baik (meski bukan dosen pembimbing Anda), kakak kelas/senior Anda, teman-teman Anda yang dirasa kompeten, atau keluarga/orang tua (apabila latar belakang pendidikannya serupa dengan Anda).


Beberapa Kesalahan Pemula dalam membuat Skripsi

Ketidakjelasan Isu. Isu adalah titik awal sebelum melakukan penelitian. Isu seharusnya singkat, jelas, padat, dan mudah dipahami. Isu harus menjelaskan tentang permasalahan, peluang, dan fenomena yang diuji. Faktanya, banyak mahasiswa yang menuliskan isu (atau latar belakang) berlembar-lembar, tetapi sama sekali sulit untuk dipahami.

Tujuan Riset & Tujuan Periset. Tidak jarang mahasiswa menulis “sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan” sebagai tujuan risetnya. Hal ini adalah kesalahan fatal. Tujuan riset adalah menguji, mengobservasi, atau meneliti fenomena dan permasalahan yang terjadi, bukan untuk mendapatkan gelar S1.

Bab I : Bagian Terpenting. Banyak mahasiswa yang mengira bahwa bagian terpenting dari sebuah skripsi adalah bagian pengujian hipotesis. Banyak yang menderita sindrom ketakutan jika nantinya hipotesis yang diajukan ternyata salah atau ditolak. Padahal, menurut saya, bagian terpenting skripsi adalah Bab I. Logikanya, kalau isu, motivasi, tujuan, dan kontribusi riset bisa dijelaskan secara runtut, biasanya bab-bab berikutnya akan mengikuti dengan sendirinya. (baca juga: Joint Hypotheses)

Padding. Ini adalah fenomena yang sangat sering terjadi. Banyak mahasiswa yang menuliskan terlalu banyak sumber acuan dalam daftar pustaka, walaupun sebenarnya mahasiswa yang bersangkutan hanya menggunakan satu-dua sumber saja. Sebaliknya, banyak juga mahasiswa yang menggunakan beragam acuan dalam skripsinya, tetapi ketika ditelusur ternyata tidak ditemukan dalam daftar acuan.

Joint Hypotheses. Menurut pendekatan saintifik, pengujian hipotesis adalah kombinasi antara fenomena yang diuji dan metode yang digunakan. Dalam melakukan penelitian ingatlah selalu bahwa fenomena yang diuji adalah sesuatu yang menarik dan memungkinkan untuk diuji. Begitu pula dengan metode yang digunakan, haruslah metode yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Kalau keduanya terpenuhi, yakinlah bahwa skripsi Anda akan outstanding. Sebaliknya, kalau Anda gagal memenuhi salah satu (atau keduanya), bersiaplah untuk dibantai dan dicecar habis-habisan.

Keterbatasan & Kemalasan. Mahasiswa sering tidak bisa membedakan antara keterbatasan riset dan “kemalasan riset”. Keterbatasan adalah sesuatu hal yang terpaksa tidak dapat terpenuhi (atau tidak dapat dilakukan) karena situasi dan kondisi yang ada. Bukan karena kemalasan periset, ketiadaan dana, atau sempitnya waktu.

Kontribusi Riset. Ini penting (terutama) jika penelitian Anda ditujukan untuk menarik sponsor atau dibiayai dengan dana pihak sponsor. Kontribusi riset selayaknya dijelaskan dengan lugas dan gamblang, termasuk pihak mana saja yang akan mendapatkan manfaat dari penelitian ini, apa korelasinya dengan penelitian yang sedang dilakukan, dan seterusnya. Kegagalan dalam menjelaskan kontribusi riset akan berujung pada kegagalan mendapatkan dana sponsor.


Menghadapi Ujian Skripsi

Banyak mahasiswa yang benar-benar takut menghadapi ujian skripsi (oral examination). Terlebih lagi, banyak mahasiswa terpilih yang jenius tetapi ternyata gagal dalam menghadapi ujian pendadaran. Di dalam ruang ujian sendiri tidak jarang mahasiswa mengalami ketakutan, grogi, gemetar, berkeringat, yang pada akhirnya menggagalkan ujian yang harus dihadapi.

Setelah menulis skripsi, Anda memang harus mempertahankannya di hadapan dewan penguji. Biasanya dewan penguji terdiri dari satu ketua penguji dan beberapa anggota penguji. Lulus tidaknya Anda dan berapa nilai yang akan Anda peroleh adalah akumulasi dari skor yang diberikan oleh masing-masing penguji. Tiap penguji secara bergantian (terkadang juga keroyokan) akan menanyai Anda tentang skripsi yang sudah Anda buat. Waktu yang diberikan biasanya berkisar antara 30 menit hingga 1 jam.

Ujian skripsi kadang diikuti juga dengan ujian komprehensif yang akan menguji sejauh mana pemahaman Anda akan bidang yang selama ini Anda pelajari. Tentu saja tidak semua mata kuliah diujikan, melainkan hanya mata kuliah inti (core courses) saja dengan beberapa pertanyaan yang spesifik, baik konseptual maupun teknis.

Grogi, cemas, kuatir itu wajar dan manusiawi. Akan tetapi, ujian skripsi sebaiknya tidak perlu disikapi sebagai sesuatu yang terlalu menakutkan. Ujian skripsi adalah "konfirmasi" atas apa yang sudah Anda lakukan. Kalau Anda melakukan sendiri penelitian Anda, tahu betul apa yang Anda lakukan, dan tidak grogi di ruang ujian, bisa dipastikan Anda akan perform well.

Cara terbaik untuk menghadapi ujian skripsi adalah Anda harus tahu betul apa yang Anda lakukan dan apa yang Anda teliti. Siapkan untuk melakukan presentasi. Akan tetapi, tidak perlu Anda paparkan semuanya secara lengkap. Buatlah “lubang jebakan” agar penguji nantinya akan menanyakan pada titik tersebut. Tentu saja, Anda harus siapkan jawabannya dengan baik. Dengan begitu Anda akan tampak outstanding di hadapan dewan penguji.

Juga, ada baiknya beberapa malam sebelum ujian, digiatkan untuk berdoa atau menjalankan sholat tahajud di malam hari. Klise memang. Tapi benar-benar sangat membantu.

Jujur saja, saya (dulu) menyelesaikan skripsi dalam tempo 4 minggu tanpa ada kendala dan kesulitan yang berarti. Dosen pembimbing saya adalah seorang professor dengan jam terbang sangat tinggi. Selama berada dalam ruang ujian, kami lebih banyak berbicara santai sembari sesekali tertawa. Dan Alhamdulillah saya mendapat nilai A.

Bukan. Bukan saya bermaksud sombong, tetapi hanya untuk memotivasi Anda. Kalau saya bisa, seharusnya Anda sekalian pun bisa.

Pasca Ujian Skripsi

Banyak yang mengira, setelah ujian skripsi segalanya selesai. Tinggal revisi, bawa ke tukang jilid/fotokopi, urus administrasi, daftar wisuda, lalu traktir makan teman-teman. Memang benar. Setelah Anda dinyatakan lulus ujian skripsi, Anda sudah berhak menyandang gelar sarjana yang selama ini Anda inginkan.

Faktanya, lulus ujian skripsi saja sebenarnya belum terlalu cukup. Sebenarnya Anda bisa melakukan lebih jauh lagi dengan skripsi Anda. Caranya?

Cara paling gampang adalah memodifikasi dan memperbaiki skripsi Anda untuk kemudian dikirimkan pada media/jurnal publikasi. Cara lain, kalau Anda memang ingin serius terjun di dunia ilmiah, lanjutkan dan kembangkan saja penelitian/skripsi Anda untuk jenjang S2 atau S3. Dengan demikian, kelak akan semakin banyak penelitian dan publikasi yang mudah-mudahan bisa memberi manfaat bagi bangsa ini.

Bukan apa-apa, saya cuma ingin agar bangsa ini bisa lebih cerdas dan arif dalam menciptakan serta mengelola pengetahuan. Sekarang mungkin kita memang tertinggal dari bangsa lain. Akan tetapi, dengan melakukan penelitian, membuat publikasi, dan seterusnya, bangsa ini bisa cepat bangkit mengejar ketertinggalan.

Jadi, menyusun skripsi itu sebenarnya mudah kan?

Baca Selengkapnya dari .."Tips dan Trik Membuat Skripsi yang Efektif"

Tiga cara Pembayaran PPh

Dalam mekanisme cara pembayaran pajak di Indonesia dikenal dengan adanya tiga cara pembayaran pajak, yaitu :

Pajak yang dipungut atau dipotong melalui pihak ketiga
Pajak Penghasilan yang dibayar melalui mekanisme ini dilaksanakan dengan cara pihak wajib pungut yang bertanggung jawab untuk memungut pajak yang terjadi atau memotong pajak terhadap imbalan dari pekerjaaan, jasa atau kegitan yang terjadi. Tanggung jawab dari wajib pungut dan wajib potong adalah mewakili pihak fiskus untuk memungut, memotong, menyetor dan melaporkan pajak. Contoh : PPh pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23/26 dan PPh pasal 24.

Pajak yang dibayar sendiri
PPh pasal 25 merupakan PPh jenis ini. Angsuran PPh pasal 25 harus selalu diangsur secara rutin setiap bulan sepanjang tahun fiskal. Dalam menghitung angsuran PPh pasal 25 digunkana asumsi bahwa PPh tahun lalu sama jumlahnya dengan PPh yang akan dibayar tahun sekarang. Sehingga angsuran PPh bulanan tahun sekarang dicari dengan membagi PPh tahun lalu dengan 12 bulanan.

Pajak yang dibayar secara tahunan
Pajak yang dihitung berdasarkan akumulasi penghasilan yang diperoleh Orang Pribadi dan Badan di dalam suatu tahun fiskal. Pajak yang masih harus disetor adalah PKP dikurangi dengan kredit pajak. Kredit pajak yang dimaksud adalah pajak yang sudah dipungut atau dipotong oleh pihak ketiga dan pajak yang diangsur sendiri tersebut.

Khusus untuk pembayaran pajak secara tahunan maksudnya pembayaran pajak dilakukan pada akhir setiap tahun fiskal. Pajak yang dibayar adalah pajak kurang bayar bukan pajak terhutang. Mengapa demikian ? Pajak kurang bayar diperoleh setelah mengurangkan antara pajak terhutang dengan kredit pajak yang meliputi kredit pajak pph pasal 21. 22, 23, 24, 25. Ini akan meringankan bagi waji pajak.

Baca Selengkapnya dari .."Tiga cara Pembayaran PPh"

Prinsip-Prinsip Akuntansi


1. Prinsip Biaya Historis (Historical Cost Principle)
Prinsip ini menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Misalkan, pada saat kita hendak membeli sebuah laptop, kita ditawari harga Rp 9.000.000,00, setelah proses tawar menawar berjalan kita membeli laptop tersebut dengan harga Rp 8.950.000,00. Dari kondisi di atas yang menjadi harga perolehan laptop kita adalah Rp 8.950.000,00, sehingga pada pencatatan kita yang muncul adalah angka Rp 8.950.000,00.

2. Prinsip Pengakuan Pendapatan (Revenue Recognition Principle)
Pendapatan adalah aliran masuk harta-harta (aktiva) yang timbul dari penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu unit usaha selama suatu periode tertentu.
Dasar yang digunakan untuk mengukur besarnya pendapatan adalah jumlah kas atau ekuivalennya yang diterima dari transaksi penjualan dengan pihak yang bebas.

3. Prinsip Mempertemukan (Matching Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah mempertemukan biaya dengan pendapatan yang timbul karena biaya tersebut. Prinsip ini berguna untuk menentukan besarnya penghasilan bersih setiap periode. Prinsip ini biasanya diterapkan saat kita membuat jurnal penyesuaian. Dengan adanya prinsip ini kita harus menghitung berapa besarnya biaya yang sudah benar-benar menjadi beban kita meskipun belum dikeluarkan, dan berapa besarnya pendapatan yang sudah benar-benar menjadi hak kita meskipun belum kita terima selama periode berjalan.

4. Prinsip Konsistensi (Consistency Principle)
Metode dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam proses akuntansi harus diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun. Konsistensi tidak dimaksudkan sebagai larangan penggantian metode, jadi masih dimungkinkan untuk mengadakan perubahan metode yang dipakai. Jika ada penggantian metode, maka selisih yang cukup berarti (material) terhadap laba perusahaan harus dijelaskan dalam laporan keuangan, tergantung dari sifat dan perlakukan terhadap perubahan metode atau prinsip tersebut.

5. Prinsip Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah menyajikan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan. Hal ini diperlukan karena melalui laporan keuanganlah kita dapat mengetahui kondisi suatu perusahaan dan mengambil keputusan atas perusahaan tersebut. Apabila informasi yang disajikan tidak lengkap, maka laporan keuangan tersebut bisa menyesatkan para pemakainya.

Baca Selengkapnya dari .."Prinsip-Prinsip Akuntansi"

PSAK 14 (Revisi 2008) - Persediaan

Tujuan :

  • PSAK ini mengatur perlakuan akuntansi untuk persediaan
  • PSAK ini menyediakan panduan dalam menentukan biaya dan pengakuan selanjutnya sebagai beban, termasuk setiap penurunan menjadi nilai realisasi neto

Ruang Lingkup :

PSAK ini diterapkan untuk semua persediaan, kecuali:

  • Pekerjaan dalam proses dari kontrak konstruksi (PSAK 34)
  • Persediaan terkaot real estat (PSAK 44)
  • Instrumen keuangan (PSAK 50, 55)
  • Aset biolojik dari hasil hutan (PSAK 32)
  • Hasil tambang umum dan migas (Psak 33 dan 29)

Definisi :

Persediaan

  • Tersedia untuk dijual dalam usaha biasa
  • Dalam proses produksi untuk penjualan tsb
  • Dalam bentuk bahan atau perlengkapan yang digunakan dalam produksi atau pemberian jasa

Nilai realisasi neto

Estimasi harga jual dalam kegiatan usaha biasa dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya untuk membuat penjualan

Nilai wajar

Jumlah dimana suatu aset dipertukarkan, atau kewajiban diselesaikan, diantara pihak yang berpengetahuan dan berkeinginan dalam suatu transaksi yang wajar.

Nilai khusus entitas

Nilai kini dari arus kas yang timbul dari penggunaan aset berkelanjutan dan dari pelepasannya pada akhir umurmanfaat atau yang diharapkan terjadi ketika penyelesaian kewajiban.

Pengukuran

Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau realisasi neto, mana yang lebih rendah.

Biaya persediaan harus meliputi semua :

Biaya Pembelian, meliputi :

  • Harga Beli
  • Bea Import
  • Pajak lainnya (kecuali bisa ditagih kpd otoritas pajak)
  • Biaya angkut
  • Biaya penanganan
  • Biaya lain yang secara langsung dapat diatribusikan pada perolehan barang atau jasa.

Diskon dagang, rabat dan hal lain yang serupa, dikurangkan dalam menentukan biaya pembelian

Biaya Konversi, meliputi :

1. Biaya Langsung terkait produksi

  • Tenaga kerja langsung

2. Alokasi sistematis biaya overhead tetap dan variabel :

  • Overhead Produksi tetap

- Penyusutan Aset

- Pemeliharaan Aset

- Biaya Manajemen dan administrasi pabrik

  • Overhead produksi variabel

- Bahan tidak langsung

- Tenaga kerja tidak langsung

Biaya Lain-lain

Hanya dibebankan sebagai biaya persediaan sepanjang biaya tersebut timbul agar persediaanberada dalam kondisi dan lokasi saat ini

Biaya-biaya yang dikeluarkan dari biaya persediaan dan diakui sebagai beban periode terjadinya :

  • Biaya pemborosan bahan, tenaga kerja atau biaya produksi lainnya yang tidak normal.
  • Biaya penyimpanan, kecuali diperlukan untuk proses produksi selanjutnya.
  • Biaya administrasi dan umum yang tidak terkait proses produksi.
  • Biaya penjualan

Nilai kini dari arus kas yang timbul dari penggunaan aset berkelanjutan dan dari pelepasannya pada akhir umur manfaat atau yang diharapkan terjadi ketika penyelesaian kewajiban

Rumus biaya:

  • FIFO
  • Rata-rata tertimbang.
  • Identifikasi khusus, untuk biaya persediaan yang not ordinary interchangeable.

Rumus biaya harus sama untuk semua persediaan yang sifat dan kegunaannya sama.

Pengukuran setelah pengakuan awal:

diukur dengan Nilai realisasi neto (Net Realizable Value)

Rumus NRV:

  • Finished Goods = SP - CS
  • Goods in process = SP - CS – CC
  • Raw materials and supplies = Replacement Cost

Dimana: SP = selling price CS = cost to sell CC = cost to complete

Pengakuan sebagai Beban:

  • Diakui sebagai beban saat pengakuan pendapaan atas penjualan
  • Penurunan nilai menjadi NRV diakui pada periode terjadinya
  • Pemulihan kembali penurunan diakui pada periode terjadinya

Pengungkapan

Laporan keuangan harus mengungkapkan:

  • Kebijakan akuntansi dalam pengukuran, termasuk rumus biaya.
  • Total jumlah tercatat dan jumlah nilai tercatat sesuai klasifikasi entitas
  • Jumlah tercatat persediaan dengan NRV
  • Jumlah prsediaan yang menjadi beban (Beban Pokok Penjualan)
  • Jumlah penurunan nilai dan pemulihannya
  • Penyebab pemulihan persediaan
  • Nilai tercatat persediaan yang menjadi jaminan kewajiban

Baca Selengkapnya dari .."PSAK 14 (Revisi 2008) - Persediaan"

NON BIAYA FISKAL (bukan pengurang penghasilan bruto)

Dalam menjalankan bisnis tentunya banyak jenis pengeluaran yang menjadi biaya bagi perusahaan, namun secara pajak ada beberapa biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu:
  1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
  2. Biaya kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota;
  3. Pembentukan dana cadangan, kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, asuransi dan pertambangan;
  4. Premi asuransi kesehatan, jiwa dwiguna dan beasiswa yang dibayarkan WPOP kecuali dibayar pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
  5. Berupa imbalan dalam bentuk natura, kecuali makanan/minuman/natura di daerah tertentu dan keharusan pekerjaan;
  6. Biaya tersebut jumlahnya melebihi kewajaran atas pembayaran ke pemegang saham atau hubungan istimewa;
  7. Berupa harta hibah, bantuan, sumbangan, yang memenuhi syarat tertentu, warisan, kecuali sumbangan wajib keagamaan dan sumbangan fiskal;
  8. Pajak Penghasilan;
  9. Biaya pribadi wajib pajak;
  10. Gaji anggota persekutuan, firma dan CV;
  11. Sanksi administrasi perpajakan.
Sumber : www.pajakpenghasilan.com, Pasal 9 UU No 36 Tahun 2008

Baca Selengkapnya dari .."NON BIAYA FISKAL (bukan pengurang penghasilan bruto)"

BIAYA FISKAL (pengurang penghasilan bruto)

Biaya fiskal artinya biaya yang bisa menjadi pengurang penghasilan bruto. Biaya ini dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

Termasuk biaya fiskal :
  1. Merupakan biaya langsung atau tidak langsung yang terkait kegiatan usaha, antara lain biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa, bunga, sewa dan royalti, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya promosi dan penjualan (diatur lebih lanjut di Permenkeu), biaya administrasi dan pajak (kecuali Pajak Penghasilan);
  2. Penyusutan/amortisasi harta berwujud atau tidak berwujud/hak/biaya lain dengan masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun;
  3. Iuran dana pensiun;
  4. Kerugian atau pengalihan harta yang dimiliki dan dipergunakan untuk usaha;
  5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
  6. Biaya litbang yang dilakukan di Indonesia;
  7. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan;
  8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih (dengan syarat tertentu);
  9. Sumbangan penanggulangan bencana nasional, diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  10. Sumbangan untuk litbang di Indonesia, diatur dengan Peraturan Pemerintah;
  11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  12. Sumbangan fasilitas pendidikan, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  13. Sumbangan pembinaan olah raga, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sumber : www.pajakpenghasilan.com, Pasal 6 UU No 36 Tahun 2008

Baca Selengkapnya dari .."BIAYA FISKAL (pengurang penghasilan bruto)"

Tarif PPh Badan (Pasal 17 UU PPh)

Pasal 17 UU PPh No 36 Tahun 2008, PPh Badan Tahun 2009 sebesar 28% dan tahun 2010 sebesar 25%

Fasilitas pengurangan diberikan :
a. Usaha Kecil dan Menengah
Syarat :

  • Peredaran bruto setahun sampai dengan Rp 50 miliar.
  • Pengurangan 50% terbatas atas penghasilan kena pajak dari peredaran bruto Rp 4,8 miliar.
b. WP Go Public
  • Penurunan tariff 5%
  • Syarat : Minimal 40% saham disetor diperdagangkan di bursa

Baca Selengkapnya dari .."Tarif PPh Badan (Pasal 17 UU PPh)"

Biaya Promosi, HALAL atau HARAM??

Sebuah usaha baik yang dijalankan oleh Badan ataupun perorangan tentunya memerlukan biaya promosi.

Pada umumnya pengertian biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh badan / perorangan dalam rangka memperkenalkan / menganjurkan pemakaian suatu produk, baik langsung maupun tidak langsung, untuk mempertahankan dan atau meningkatkan penjualan.

Dalam konteks Pajak Penghasilan, biaya yang dikeluarkan hanya perlu dikelompokkan ke dalam dua bentuk, pengeluaran yang bisa dikurangkan (deductible expense –> HALAL ) atau pengeluaran yang tidak bisa dikurangkan (non deductible expense –> HARAM ).

Jadi, biaya promosi termasuk HALAL atau HARAM??

Menurut Undang-undang PPh

Dalam Undang-undang PPh, ketentuan promosi diatur dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf a angka 7. Dalam ketentuan ini, biaya promosi dikelompokkan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (biaya 3M penghasilan) yang bisa dikurangkan dari penghasilan bruto untuk mendapatkan penghasilan kena pajak.

Namun demikian, tidak seperti sebagian besar biaya 3M yang lain, khusus biaya promosi dan penjualan ini ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan. Peraturan Menteri Keuangan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.02/2010 tanggal 8 Januari 2010 tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto.

Pengertian Biaya Promosi

Definisi Biaya Promosi dalam Peraturan Menteri Keuangan di atas adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan. Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah :

  1. biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
  2. biaya pameran produk;
  3. biaya pengenalan produk baru;dan/atau
  4. biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.

Biaya Promosi yang tidak dapat dikurangkan :

  1. pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
  2. Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.

Daftar Nominatif Biaya Promosi

Agar biaya promosi dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung PPh terutang, Wajib Pajak harus membuat daftar nominatif dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain
  2. Daftar nominatif tersebut paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong.
  3. Daftar tersebut dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini Nomor 02/PMK.03/2010.
  4. Daftar nominatif dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa biaya promosi menjadi HALAL apabila memenuhi 2 ketentuan:

1) Memenuhi definisi biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, dan

2) Membuat daftar nominatif.

www.pajakpenghasilan.com

Baca Selengkapnya dari .."Biaya Promosi, HALAL atau HARAM??"
 
Share